Dream job gue dari pertama kali bekerja adalah ingin bisa bekerja tanpa harus terikat waktu, tempat dan outfit. Sejak kecil sampai hari ini bokap gue berangkat kerja jam 7 dan pulang jam 6, mengingat kantor beliau berada di beda kota. Nyokap berangkat jam 9 dan pulang jam 5, meskipun terkadang di jam istirahat beliau menyempatkan untuk kembali ke rumah, yang biasanya untuk membawakan makanan dari luar untuk penghuni rumah.

Kedua orang tua gue bekerja menggunakan seragam khusus yang per harinya berbeda-beda, dan di beberapa hari spesial ada seragam/busana khusus seperti ketika hari peringatan ataupun perayaan. Saat SD, gue ada waktu bersama dengan orang tua sekitar 4 jam setiap weekday, dan mungkin lebih lama jika weekend.

Pekerjaan remote pertama kali gue adalah ketika freelancedi sebuah marketplace bernama Upwork. Klien gue berbasis di US dan gue berada di Bandung. Mereka tidak mempermasalahkan timezone, yang penting mengikuti milestone dan mengisi time sheet. Beberapa bulan bekerja dengan klien tersebut, yang gue lakukan hanyalah berada di depan laptop; menggunakan pakaian yang ingin gue gunakan, dan menyelesaikan sesuatu as usual. Setiap milestone jatuh tempo, mereka akan review pekerjaan dan akan mengirimkan pembayaran jika di approve.

Jika masa kontrak habis, gue akan melakukan withdraw. And damn, itā€™s real money meskipun memakan waktu ~30 hari jam kerja untuk sampai ke bank gue disekitar tahun 2015.

Di satu titik gue merasa capek bekerja freelance. Menentukan waktu kerja sendiri adalah sesuatu yang menyenangkan, tapi yang tidak gue dapatkan adalah kepastian. Mungkin bulan ini gue mendapatkan penghasilan untuk menyambung hidup sampai 3 bulan kedepan, dan di bulan keempat bisa saja gue tidak mendapatkan pekerjaan sama sekali. And damn, menulis offering letter tiap kali ingin mengambil pekerjaan adalah hal yang sangat membosankan.

Lalu gue memutuskan untuk bekerja di sebuah perusahaan startup. Startup terkenal dengan kulturnya yang memberdayakan fleksibilitas; khususnya di waktu, tempat, dan pakaian. Tidak ada yang mempermasalahkan gue mulai bekerja jam 1 siang dan berakhir jam 9 malam, selagi sedang tidak ada yang bergantung dengan gue dan tugas gue selesai, gue hanya melakukan pekerjaan as usual.

Jika bosan dengan pemandangan tembok kantor, atau bosan tidur di beanbag, atau bosan duduk di kursi kantor, atau ehm persediaan kopi di kantor udah habis, gue bisa melakukan pekerjaan gue dimanapun, biasanya di coffee shop. Kebebasan seperti ini yang ingin gue dapatkan dalam pekerjaan, dan ini menjadi dream job gue sampai hari ini.

WFH

Tahun 2017 lalu orang tua gue masih belum percaya jika gue sudah bekerja sekalipun beberapa kali sudah gue lihatkan slip gaji. Konsep bekerja yang mereka tahu adalah menggunakan seragam, pergi ke kantor, menggunakan lanyard. Ya atau at least name tag lah. Jika tidak, seharusnya gue dianggap seorang pengusaha yang berjualan sesuatu.

Beberapa tahun berlalu dan pandemi muncul, konsep WFH menjadi cukup populer. Orang tua gue bisa paham dan mengerti jika bekerja tidak harus dilakukan di sesuatu bernama kantor. Bisnis-bisnis mulai menggunakan kata ā€˜WFHā€™ sebagai benefit untuk bisa menarik lebih banyak orang. Gue pribadi tidak terlalu senang dengan konsep Working From Home, but at least konsep bekerja yang ingin gue miliki disebut WFH pada hari ini.

WFH gue rasa akan cocok untuk yang sudah berkeluarga, atau setidaknya yang sudah memiliki rumah sendiri, atau setidaknya jika tinggal bersama keluarga. Untuk yang tinggal sendiri dan jauh dari keluarga, WFH terasa membosankan. Dan kesepian. Sure lo bisa menikmati kursi herman miller lo di rumah atau bisa menggunakan mechanical keyboard lo tanpa harus khawatir ngeganggu orang lain, tapi lo gak bisa melihat orang berlalu-lalang, tidak bisa duduk dan mengajak ngobrol dengan yang sedang santai juga, dan tidak ada cemilan serta kopi gratis.

Alternatif lain dari WFH adalah WFA, alias Work From Anywhere. Secara konsep ini mirip dengan WFH, namun biasanya, lebih fleksibel dari WFH. Jika WFH, ada kemungkinan lo wajib ataupun direkomendasikan untuk pergi ke kantor pada waktu tertentu, jika WFA explicitly tidak ada.

Remote

Gue cukup yakin hampir di setiap townhall kalian ada aja yang bertanya ā€œapakah akan WFO lagi?ā€ ataupun something like that, mungkin sudah bosan dengan kerja dari rumah atau hanya untuk memastikan bahwa mereka masih bisa WFH.

Gue pribadi cukup netral, yang penting memiliki pilihan, seperti, jika ingin WFO silahkan, jika ingin WFH silahkan, selagi tidak ada kewajiban untuk hanya memilih WFO, dan konsep tersebut dikenal dengan ā€œhybridā€.

Work From Office sayangnya memakan biaya yang tidak sedikit; ada perjalanan yang harus ditempuh, ada properti yang harus disewa, dan ada beberapa hal lain yang harus disediakan. Jika fasilitas di ā€œhome officeā€ lebih baik dari yang ada di sesuatu bernama kantor, gue rasa sebagian orang akan lebih memilih untuk tetap WFH.

Tapi sesuatu yang paling gue rindukan dari WFO adalah manusianya, karena jika kopi gue yakin pasti kopinya gak enak. Kadang gue rindu sebat bareng sambil ngomongin masalah pribadi, brainstorming sampe pusing, harum popmie pas lagi produktif-produktifnya, sesi racun-meracun setiap abis tanggal 25, ngegosip, happy hour, pizza after release, perjalanan pulang dari kantor. Walau gue tidak terlalu suka berbaur dengan keramain, but idk, dengan melihat keramaian aja gue merasa kalau gue tidak kesepian.


Gue sempat kepikiran untuk sewa Coworking Space dan bekerja dari sana. Alternatif lain yang sering gue gunakan adalah kerja di Starbucks tapi sayangnya gue tidak bisa menjadikan alamat tersebut buat menerima paket hahaha.

Tempat orang berkumpul seringkali disebut komunitas, dan mereka memiliki purpose masing-masing. Salah satu kekurangan bekerja di Starbucks (atau coffee shop in general) adalah gue datang dan pergi hanya untuk bekerja. Berbeda dengan coworking space yang kadang ada event, atau sharing session, atau setidaknya ada momen ngobrol dengan strangers ketika sedang sama-sama sebat. Networking bisa terjadi karena gue rasa salah satu alasan mereka memilih coworking space adalah untuk itu.

Melihat berita sekilas sepertinya kebijakan pemerintah terkait kondisi seperti sekarang ini mulai cukup melonggar. Bahkan sekarang sudah boleh tidak menggunakan masker ketika beraktivitas diluar ruangan, secara resmi. Gue yakin tidak lama lagi kebijakan beberapa bisnis akan menawarkan untuk bisa WFO kembali dari yang sebelumnya full WFH.

Di tempat sekarang gue full WFH selama 1 tahun 11 bulan. Januari kemarin ada kumpul di Bali (ā€œoffsite trainingā€) dan senang rasanya mengetahui jika teman-teman kantor gue adalah orang sungguhan, bukan hanya sekadar nama dengan foto random di Google Chat. Sejak awal nego gue mengajukan untuk remote karena gue masih ingin tinggal di Bandung, and guess what, tidak lama kemudian pemerintah mengeluarkan kebijakan WFH.

Satu hal yang ingin gue lakukan kembali adalah networking, karena melihat ataupun bertemu dengan orang baruā€”on purposeā€”sangat menyenangkan, tidak sedikit insight yang bisa gue dapatkan. Tidak jarang juga side job bisa didapatkan karena teman dari si X butuh orang Y. Tidak jarang juga menemukan orang yang memiliki hobi serupa, kegemaran serupa, daerah serupa, dari lingkaran temannya-teman.

Kadang gue kepikiran untuk mengikuti keinginan orang tua, pekerjaan seperti yang orang tua gue lakukan, keterjaminan seperti yang orang tua miliki.

But I guess my choice is right, no?