Kapan terakhir kali kamu bahagia?

Atau sedih? Stress? Pusing? Tidak memiliki semangat hidup? Sangat produktif? Merasa aman? Merasa tidak aman?

Apapun jawabannya, satu hal yang bisa kita setujui adalah: Tidak akan bertahan selamanya.

Kemarin malam gue berkumpul dengan teman-teman yang pernah satu sekolah dengan gue pada 12 tahun silam yang mana beberapa melanjutkan studinya di Bandung tempat gue tinggal sampai hari ini. Gue tidak menyangka mereka masih tetap ingin berteman dengan gue sekalipun gue sudah brengsek kepada mereka dengan putus kontak dan menganggap diri gue tidak ada di Bandung.

Tidak banyak yang kita bicarakan, namun yang pasti, kita berkumpul sambil membawa masalah kita masing-masing. Dari masalah karir, hubungan dengan keluarga, perihal asmara, sampai problematika dunia perkucingan yang senang buang *sampah *sembarangan. Tentu saja ada cerita yang membuat sedih dan sulit namun pada malam itu kita akan berfokus pada satu hal: melupakan sejenak masalah yang ada dan fokus bersenang-senang.

Bagaimanapun kita selalu memiliki masalah, bahkan terkadang gue merasa kehidupan sedang seperti tidak baik-baik saja ketika kehidupan gue justru sedang baik-baik saja. This must be a trap or something, curiga gue.

Anyways, pada tahun 2018 gue memiliki cerita cinta yang tak tersampaikan. Pada 2019 memiliki cerita penolakan dari tempat kerja impian gue, pada 2020 memiliki cerita tentang berakhirnya hubungan yang pernah kami buat dan bangun bersama dengan seseorang. Tentu saja banyak perasaan campur aduk yang gue rasakan pada waktu itu, dari penyesalan; marah, kekecewaan, dsb.

Tindakan tolol yang gue lakukan sebagai bentuk pelarian?

Tentu saja ada.

Gue membenci bermain DoTA, membenci pekerjaan gue sebagai Software Engineer, membenci *mechanical keyboard, *dsb hanya karena satu hal: Hal-hal tersebut membuat gue teringat akan kejadian yang pernah terjadi.

Dan itu membuat gue merasakan perasaan yang gue rasa pada waktu itu.

Lama kelamaan ada satu hal yang gue pelajari: membenci sesuatu yang pernah terjadi tidak akan merubah apapun, apalagi kondisi. Ia hanya berguna untuk memenuhi ego, dan setelah ego terpenuhi, tidak ada hal lain yang gue dapatkan selain perasaan ketika gue merasakan kejadian yang pernah terjadi tersebut.

Alias, pertanyaan yang paling penting sebenarnya adalah apa yang sebenarnya gue inginkan dalam proses membenci tersebut?

Damn, gue benci banget diri gue pada waktu itu yang sangat tolol. Gue benci juga sama seseorang yang memutuskan hubungan dengan gue tanpa memberikan kesempatan lagi ke gue untuk memperbaiki masalah yang ada. Gue benci juga dengan diri gue yang merasa sok pintar dan sok tahu.

Tapi detik waktu terus berjalan.

Terus menyesali kesalahan gue tidak merubah apapun, terus benci dengan keputusan yang ada pun tidak merubah apapun, dan terus membenci diri gue sendiri karena sudah merasa sok pintar dan sok tahu? Tentu saja, sekali lagi, tidak akan merubah apapun.

Lalu gue jadikan segalanya sebagai pelajaran dan beberapa sebagai pengalaman. Karena pelajaran & pengalaman tersebut gue belajar, berubah, dan terus berkembang. Bukan untuk mereka, melainkan untuk diri gue sendiri agar menjadi pribadi yang terus lebih baik lagi.

Dan lalu gue tersadar, tanpa mereka, mungkin gue tidak akan mendapatkan pelajaran & pengalaman ini. Tanpa mereka mungkin gue tidak akan pernah tau letak kesalahan gue selama ini ataupun tidak akan pernah tau mana pilihan yang menurut gue benar dan ternyata salah, dan masih banyak hal lagi.

Justru seharusnya gue berterima kasih kepada mereka, bukan malah membencinya. Karena yang mereka lakukan bukanlah hal yang mudah, apalagi dalam perkara jujur dan memberitahu letak kesalahan. Dan yang paling penting, itu berguna untuk gue ber-introspeksi dan mengenal diri gue lebih dalam lagi, so, thank you very much, I guess?

Gue tersadar dari lamunan gue ketika diajak bersulang oleh teman gue.

“Udah lah gak usah terlalu dipikirin”, ucapnya.

Yang sedangkan gue sedang memikirkan *draft *dari tulisan ini yang sedang kamu baca sampai paragraf ini.

Gue cuma balas senyum, lalu bersulang.

Dalam hati gue bermumam, malam yang menyenangkan ini akan berlalu.

Keramaian ini akan berlalu.

Dan kebersamaan ini pun akan berlalu.

Sekarang gue sedang menulis tulisan ini dengan perasaan netral, ditemani lagu dari aplikasi Apple Music, dan duduk sendiri di kamar gue yang sempit ini.

Lalu setiap orang melanjutkan kehidupannya kembali, dengan masalah yang mereka miliki masing-masing, yang diselesaikan dengan cara mereka masing-masing.

Baik itu perasaan senang atau sedih, stress atau relax, produktif atau malas, aman atau tidak aman, apapun itu, yang pasti, tidak akan bertahan selamanya.

Semua akan berlalu.

Termasuk perasaanmu yang sedang kamu rasakan pada saat ini.

I can’t help anything or anyone.

Tapi jika ada sesuatu yang bisa kamu ceritakan yang sekiranya aku adalah orang tepat untuk mengetahuinya, my contact is here.

Nothing last forever.

This too shall pass.

And life goes on, and on, and on, and on, and on, and on, and on, and on.