Bagaimana jika seseorang dapat kembali ke masa lalu, kemudian membunuh kakeknya di masa kecilnya, sehingga orang tua dan bahkan dirinya tidak pernah dilahirkan?

Paradoks konsistensi terjadi ketika masa lalu diubah dengan cara apapun sehingga menciptakan kontradiksi. Paradoks ini terjadi setiap kali mengubah masa lalu adalah sebuah kemungkinan.

Pada dasarnya waktu itu relatif. Coba tanyakan jam berapa sekarang ke teman anda yang berada diluar benua Asia, misalnya. Satu-satunya fakta terhadap waktu ini adalah, bagaimanapun, waktu selalu berjalan maju. Yang berarti, perjalanan “ke masa lalu” dapat diyakini tidak memungkinkan.

Salah satu paradoks lainnya adalah paradoks kembar, yang mana seorang dari dua orang saudara kembar melakukan perjalanan dengan roket kecepatan tinggi dan kemudian kembali lagi ke bumi dan menemukan bahwa saudara kembarnya yang tetap di bumi lebih tua dari dirinya sendiri. Paradoks ini lebih rumit dari yang sebelumnya, namun eksperimen tersebut benar-benar terjadi.

Gue pribadi cukup tertarik dengan ‘konsep waktu’ meskipun sampai hari ini belum tertarik membaca buku ‘A Brief History of Time’ nya lord hawking. Tidak ada alasan khusus apalagi ilmiah atas ketertarikan gue dengan konsep waktu, murni karena rasa penasaran.

Akhir-akhir ini gue sedang menonton kembali series One Piece dari episode paling awal. Salah satu episode (atau lebih relevannya “arc”) nya berjudul “Rainbow Mist” alias kabut pelangi. Meskipun arc tersebut adalah “filler”, gue selalu tertarik dengan yang berkaitan dengan paradoks temporal apapun film nya.

Di arc tersebut, singkatnya seseorang (profesor) ingin menyelamatkan teman-temannya yang menghilang di kabut pelangi. Setelah 50 tahun lamanya, kapal yang digunakan oleh teman-temannya tersebut muncul kembali ke “permukaan” yang keluar dari kabut pelangi.

Saat tim topi jerami dan si profesor masuk ke kabut pelangi, mereka akhirnya menemukan teman-teman si profesor, namun di umur yang sama saat ketika mereka masuk dan menghilang ke kabut pelangi. Alias, umur si teman-teman profesor ini 50 tahun lebih muda dari si profesor.

Singkat cerita, tim topi jerami dan si profesor berhasil mengeluarkan mereka dari sana. Dan bagian yang menariknya: teman-teman nya yang tadi diselamatkan, bertemu kembali dengan tim topi jerami dan si profesor diluar kabut pelangi, dan sekarang berumur sama dengan si profesor.

Saat menonton episode tersebut, gue tersadar dengan paradoks konsistensi alias paradoks kakek di episode ini. Yang gampangnya, jika tim topi jerami dan si profesor tidak pernah atau tidak berhasil menyelamatkan teman-temannya di kabut pelangi, mereka tidak akan pernah saling bertemu di “luar” kabut pelangi. Dan mungkin, Luffy tidak akan pernah terlahir bila dia terbunuh di kabut pelangi tersebut.

Untuk mempermudah gambarannya, mari kita ilustrasikan. Karena waktu itu relatif, tidak jarang kita perlu menegaskan “berdasarkan perspektif siapa” dan dalam kasus ini, ada 2 perspektif:

  1. Waktu dalam perspektif di luar kabut pelangi (default)
  2. Waktu dalam perspektif di dalam kabut pelangi

Berarti, ada 2 “garis waktu” yang bisa kita buat.

Mari kita buat umur si profesor dan teman-temannya sebagai penghitungnya yang anggap di garis waktu pertama berumur 70. Karena si profesor di umur 70 bertemu dengan teman-temannya di umur (anggap) 10 didalam kabut pelangi, bisa diasumsikan si profesor melakukan “perjalanan waktu” ke masa lalu seperti ini: Tapi kembali ke masa lalu adalah hal yang tidak memungkinkan, terlebih, bagaimana menjelaskan ketika si “man teman” di garis waktu “luar kabut” memiliki umur yang sama dengan si profesor?

Gambaran yang lebih relevan yang menurut gue adalah seperti ini: Alias, anggap pada tahun 1970 umur si profesor adalah 70. Gampangnya, 1970 di luar kabut adalah 1920 di dalam kabut. Alias, anggap 1 detik di dalam kabut sama dengan 1 tahun di luar kabut, misalnya.

Mungkin akan lebih mudah jika menggambarkan nya seperti ini: Bagian yang membingungkannya adalah, ketika tim topi jerami dan profesor berhasil menyelamatkan teman-teman nya, umur mereka ketika keluar dari kabut tersebut adalah… 5 — berarti seperti ini? Asumsinya, tim topi jerami dan si profesor datang dari “masa depan” untuk menyelamatkan teman-temannya di “masa lalu”, tapi itu kurang relevan, karena, sekali lagi, perjalanan waktu ke masa lalu adalah hal yang tidak memungkinkan.

Tapi ini kuncinya: siapapun yang masuk ke dalam kabut pada waktu tertentu, maka akan keluar dari kabut tersebut di waktu yang sama.

Berarti, waktu di dalam kabut tidak berjalan.

Saat si teman-temannya masuk ke kabut pada tahun 1910 misalnya, maka dia akan keluar di tahun 1910 juga. Begitupula dengan tim topi jerami dan si profesor yang misalnya masuk ke kabut pada tahun 1970, maka dia akan keluar dari kabut di tahun 1970 juga.

Kesimpulannya: Saat teman-teman si profesor diselamatkan (keluar dari kabut pelangi) oleh tim bajak laut topi jerami, mereka bertekad untuk menjadi marinir. Mereka bisa saja move on lalu melanjutkan hidup, tapi demi romantisme dari sebuah cerita, mereka ingin bertemu dengan si tim topi jerami untuk berterima kasih.

50 tahun kemudian, mereka dipertemukan di sebuah pulau tempat kabut pelangi tersebut muncul. Dalam perjalanannya, salah satu teman bilang “sesuai sejarah” karena memang begitu sejarahnya: di tahun 1970, tim topi jerami pergi ke sebuah pulau lalu masuk ke kabut pelangi dan entah bagaimana ingin membantu si profesor menyelamatkan teman-temannya yang terjebak disana.

Bagaimana jika tim topi jerami tidak pergi ke pulau tersebut? Atau tidak masuk ke kabut pelangi? Atau mati di dalam kabut pelangi? Jawabannya adalah: nyatanya, mereka pergi pulau tersebut, masuk ke kabut pelangi, dan tidak mati di dalamnya.


Jenis paradoks konsistensi lainnya adalah lingkaran kausal, yang gampangnya, peristiwa masa depan adalah penyebab peristiwa masa lalu, yang pada gilirannya adalah merupakan penyebab peristiwa masa depan.

Contoh gampangnya, misal dalam mendapatkan kebahagiaan: Karena kita bahagia, kita ingin membuat orang lain bahagia juga. Lalu karena orang lain bahagia karena kita, itu membuat kita bahagia. Peristiwa dua tidak terjadi bila peristiwa satu tidak terjadi, peristiwa satu tidak terjadi bila peristiwa tiga tidak terjadi. Peristiwa tiga tidak terjadi, bila peristiwa dua tidak terjadi.

Apa yang bisa diambil dari semua cerita ini? Tidak ada.

Tapi yang pasti, kembali ke masa lalu adalah hal yang tidak memungkinkan.

Kadang gue memikirkan untuk beberapa hal-hal yang gue sesalkan: bagaimana jika gue tidak melakukan A? Bagaimana jika gue melakukan B? Tapi pada akhirnya, itulah keputusan yang gue ambil.

Saat kita membanting cermin, tentu kita tahu dan sadar bahwa cermin tersebut akan pecah dan tidak akan pernah kembali ke bentuk awalnya. Namun ada yang lebih penting: apa yang kita harapkan saat membanting cermin selain hanya akan memecahkan kacanya?

Sebagai penutup, sudah berapa keputusan yang anda buat pada hari ini? Mengakses blog ini, satu keputusan. Membaca tulisan ini, menjadi dua. Membacanya sampai paragraf ini, sekarang tiga.

Kepikiran sekarang sudah jam berapa? Selamat, sekarang menjadi empat.

Lihat, berapa persen baterai hp/laptop mu? Sekarang menjadi lima. Tidak terkecoh untuk melihat persentase baterai? Tetap terhitung menjadi lima.

Jika kita membuat keputusan setiap detik, berarti kita membuat 86,400 keputusan setiap harinya. Jika dikurang 8 jam untuk tidur, setidaknya ada 57,600 keputusan yang akan kita buat setiap harinya di saat sadar.

Yang berarti, ada puluhan ribu kesempatan untuk mensyukuri keputusan yang dibuat setiap harinya. Atau menyesalinya, your choice.

Bagaimanapun, terlepas dari sebab dari akibat dan akibat dari sebab, menyesali keputusan yang dibuat seperti mengharapkan kaca tidak pecah saat membantingnya dengan keras.

Katanya, hidup adalah tentang belajar; jatuh, bangkit, belajar.

Tapi bagaimana jika hidup adalah tentang berbaring di padang rumput sambil memandangi bintang-bintang yang tak tertutup oleh polusi cahaya? Ditemani hembusan angin yang datang dan pergi, tanpa memikirkan apakah besok harus meyakinkan diri jika semuanya baik-baik saja?