Adam (atau Nabi Adam a.s) diyakini sebagai manusia pertama yang tinggal di Bumi tempat mayoritas manusia hidup sekarang. Konon, sebelumnya Nabi Adam tinggal di sebuah tempat bernama Taman Eden atau Syurga Adnin sampai beliau dan istrinya memakan “buah terlarang” dari pohon yang digambarkan sebagai “Pohon Pengetahuan Tentang yang Baik dan yang Jahat” karena bujukan syaitan.

Apa yang dibujuk oleh syaitan? Syaitan membisikkan bahwa buah tersebut menjanjikan keabadian. Setelah mereka terbujuk dan memakannya, Tuhan (Allah SWT) memerintahkan mereka berdua untuk turun dari surga bersama-sama. Kejadian ini tertulis di Al-Quran surat Taha ayat 120-123, dan buah itu disebut dengan “Khuldi” yang mana artinya “Keabadian”.

Dari dua paragraf diatas, ada 3 pertanyaan yang tidak perlu diketahui jawabannya:

  • Mengapa Nabi Adam (a.s) dan Siti Hawa (istrinya) menginginkan keabadian?
  • Mengapa Nabi Adam (a.s) dan istrinya diturunkan ke Bumi dan bukan planet lain?
  • Bagaimana jika mereka tidak pernah memakan buah tersebut sejak awal?

Karena ini realitanya: keabadian yang dijanjikan tersebut hanyalah tipu daya syaitan. Meskipun kita mungkin tidak pernah tahu dimana Nabi Adam (a.s) dan istrinya dimakamkan, tapi mungkin kita setuju bahwa Nabi Adam (a.s) dan istrinya sudah tidak bernyawa.

Tapi bagaimana jika keabadian yang dimaksud adalah peradaban manusia? Keabadian yang bukan tentang kekekalan sebuah arwah dalam tubuh dalam melewati waktu? Kekekalan yang membuat Nabi Adam (a.s) selalu diingat dan didoakan keselamatan kepadanya oleh umat manusia?

Apapun teorinya, wallahualam bissawab.

Namun jika memang Nabi Adam (a.s) tidak akan pernah untuk memakan buah terlarang tersebut, maka tidak akan pernah. Karena “Jadilah, maka jadilah ia”, qadarullah.

Qada dan Qadar

Dalam rukun iman (asas-asas di dalam agama Islam yang menjadi dasar pembentukan akidah), iman keenam adalah percaya kepada Qada (ketetapan) dan Qadar (kepastian). Biasanya, iman keenam ini disederhanakan dengan kata “takdir”.

Konsep takdir yang umat muslim ketahui ada dua: Takdir mubram (pasti terjadi) dan Takdir muallaq (mungkin terjadi). Konsep dari Qada dan Qadar bisa disederhanakan dengan seperti ini: Qada adalah takdir muallaq dan Qadar adalah takdir mubram. Pada dasarnya, segala sesuatu sudah ditentukan oleh tuhan, tapi pada akhirnya, manusia memiliki kebebasan dalam memilih tindakan yang akan dilakukan.

Rukun iman keenam ini dapat diyakini untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT sebagai tuhan semesta alam.

Salah dua contoh untuk menggambarkan keduanya adalah ajal (pasti terjadi) dan rezeki (mungkin terjadi): Ajal seseorang sudah dipastikan dan tidak dapat diubah, rezeki seseorang sudah ditetapkan namun dapat diubah. Ini adalah cikal bakal agar manusia berusaha secara sungguh-sungguh untuk memperoleh apa yang dikehendakinya (ikhtiar).

Dalam keseharian, terdapat perdebatan yang cukup panjang tentang takdir. Tentang mendefinisikan mana yang bisa diubah dan yang tidak bisa. Tentang mengukur usaha, membandingkan, ataupun mengeluh bagaimana tidak adilnya dunia.

Namun yang paling penting adalah kesadaran tentang pentingnya berusaha dalam hidup.

Dan keyakinan bahwa tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, jika bukan kaum tersebut yang mengubahnya.

Kotak Pandora

Ada sebuah mitologi Yunani tentang diciptakannya seorang perempuan pertama di dunia yang bernama Pandora. Para dewa memberinya hadiah, dari kecantikan; perhiasan, mahkota, kepandaian berbicara dan sampai ke salah satunya adalah memberikan rasa penasaran yang besar kepada Pandora.

Pada suatu hari Pandora dinikahkan dengan salah satu dewa. Para dewa memberi hadiah berupa sebuah kotak yang indah, dan menariknya, Pandora dilarang untuk membuka kotak tersebut.

Karena rasa penasarannya, suatu hari Pandora membuka kotak tersebut. Setelah dibuka, tiba-tiba aroma yang menakutkan terasa di udara. Dari dalam kotak itu terdengar suara kerumunan sesuatu yang dengan cepat terbang keluar. Pandora sadar bahwa dia telah melepaskan sesuatu yang mengerikan dan dengan segera menutupnya tapi terlambat, Pandora telah melepaskan teror ke dunia.

Semua keburukan itu menyebar ke seluruh dunia dan menjangkiti umat manusia. Pandora terkejut dan menyesal atas apa yang telah dilakukannya. Dia kemudian melihat ke dalam kotak dan menyadari bahwa ternyata terdapat satu hal yang tersisa dan tak terlepas dari kotak tersebut, yaitu harapan.

Harapanlah satu-satunya hal yang dapat menenangkan manusia dari penderitaan yang mereka alami.

Harapan dan keacakan yang berperan

Sebagai seorang pemrogram, kita dituntut untuk berpikir logis. Menariknya, berpikir logis tidak selalu harus realistis. Tidak jarang kita dihadapkan dengan masalah-masalah yang tidak realistis, namun cukup logis untuk dipahami ataupun diselesaikan. Disitulah “rekayasa” berperan.

Saat berhadapan dengan ketidakpastian, pasti ada sesuatu yang bisa diukur: nilai rata-rata, nilai tengah, persentil, dsb. Aktivitas ini bernama peramalan, atau prediksi jika kata “ramalan” terdengar seperti sihir. Prediksi tidak menjamin akurasi yang kuat, namun setidaknya memberikan relevansi terhadap fakta yang pernah terjadi.

Pada suatu hari gue kepikiran akan sesuatu yang secara logika tidak mungkin terjadi, tetapi secara realita memiliki kemungkinan 0,0000001%. 6 angka nol setelah koma dipilih karena gue menyukai angka enam.

Kemungkinan itu gue sebut dengan harapan. Harapan bergantung dengan kesempatan, dan kesempatan selalu berkaitan dengan keacakan alias entropi.

Berapa kemungkinan kita dapat melihat bintang jatuh dengan mata telanjang? Jawabannya pasti beragam namun bagi yang memiliki keinginan untuk melihatnya, setidaknya 0,0000001%. Mungkin disaat iseng sedang melihat langit di tengah malam, atau tidak sengaja melihat ketika menutup gorden saat hendak tidur, atau seantusias selalu melihat langit selatan selama 8 menit pada jam 22.22 WIB setiap harinya.

Di lain sisi, bayangkan jika lo tahu pengetahuan tentang meteorid. Mengetahui fakta bahwa “bintang jatuh” bisa terlihat ketika berada ~100 km di atas permukaan laut. Mengetahui bahwa ada setidaknya ~20jt meteorid memasuki atmosfer bumi setiap hari. Menjadi berapa persentase kemungkinannya? Apa yang akan lo lakukan dengan informasi tersebut? Apakah lo masih bergantung penuh dengan keacakan yang ada di dunia ini?

Penutup

Tidak jarang gue melihat kaca dan menatap diri gue. Menanyakan dalam hati pertanyaan yang hanya gue yang tahu jawabannya. Mengumpulkan segala kemungkinan dan ketidakmungkinan, mempertimbangkan segala harapan dan kesempatan.

Gue tahu bahwa jika tidak pernah mencoba maka tidak akan pernah mengetahui, jika tidak ada usaha maka tidak ada hasil. Perdebatan “klo bukan sekarang, kapan lagi” dan “kenapa harus sekarang dan bukan nanti” selalu menghantui pikiran karena keberhasilan selalu tentang melakukan hal yang tepat di waktu yang tepat dan untuk hal ini gue tidak ingin gagal.

Lalu gue membuat skenario. Sebelum tidur gue membayangkan, ketika bangun nanti, gue membuka email dan mencari email masuk dari pengirim yang gue nanti.

Entah usaha apa yang gue lakukan, harapan apa yang gue simpan, dan kesempatan apa yang gue nantikan, setidaknya gue memiliki alasan untuk menanti esok hari. Menantikan pembuatan skenario yang gue buat dalam pikiran sebelum menutup hari. Menantikan momen yang menjelaskan bahwa strategi ini adalah hal yang salah ataupun benar.

Waiting for that damn emails.

Mengapa email? Entahlah, anggap itu sebuah keacakan.

Waktu sudah menunjukkan 02:22, tidak ada aktivitas lain yang lebih menyenangkan selain membuat skenario di kepala.

Lalu terbangun dengan 1 email masuk dari pengirim dengan nama █████, dan bukan karena menerima notifikasi 12+ sebutan dari 5+ spaces di Google Chat apalagi undangan mendadak ke layanan random bernama Microsoft Teams.