Suck-it 26 adalah salah satu “band lokal” favorit gue yang berasal dari Serang, sengaja menggunakan tanda kutip karena beberapa orang mungkin kurang familiar dengan sebutan tersebut. Salah satu lagu favorit gue dari Suck-it 26 adalah Hancur Sebelum Berkembang. Liriknya sederhana dan agak mellow, tapi nyaman didengar di berbagai suasana. Sesekali gue mendengarkan lagu tersebut khususnya jika sedang teringat kampung halaman.
10 hari sudah kita memasuki tahun 2023. Jika pergantian tahun dirasa tidak memiliki perbedaan, mungkin bisa pertimbangkan untuk lebih berhati-hati lagi. Mungkin pergantian tahun untuk beberapa orang dianggap bukanlah hal yang spesial; tidak membuat cara kerja dunia berubah, dan hampir setiap tahun dirayakan anyway. Tapi untuk beberapa yang lain, mungkin di tahun baru tersebut mereka berhasil menyelesaikan cicilan untuk memiliki rumah impiannya; atau mungkin di tahun tersebut mereka dinyatakan lulus dari sekolah/kampus/probation, atau mungkin, sebagai pengingat untuk menyingkirkan apapun yang sudah kadaluwarsa.
Dan untuk sebagian besar orang, tahun baru biasanya menjadi awal untuk memulai sesuatu yang baru. Meskipun untuk memulai sesuatu bisa kapan saja, terkadang segala sesuatu membutuhkan waktu. Atau momen. Dan tidak jarang, pergantian tahun adalah momen yang pas.
Ada banyak hal yang ingin gue mulai di tahun kemarin, disamping itu, ada banyak juga yang ingin gue selesaikan. Dilema diantara keduanya sama-sama membuat beban pikiran: mulai atau tidak, berhenti atau lanjut. Ketika memulai sesuatu, tantangannya terkadang adalah untuk mempertahankannya selama mungkin (seperti pekerjaan) atau mempertahankannya sesingkat mungkin (seperti kerjaan). Jika tidak memulai sesuatu, simply tidak mendapatkan apapun yang didapat jika melakukan hal tersebut, for better or worse.
Lalu pikiran terganggu dengan sebuah kutipan dari seorang penyanyi terkenal: *“If she’s amazing, she won’t be easy. If she’s easy, she won’t be amazing. If she’s worth it, you wont give up. If you give up, you’re not worthy. Truth is, everybody is going to hurt you; you just gotta find the ones worth suffering for”. *Meskipun kutipan tersebut spesifik tentang seseorang dengan kata ganti she, actually itu bisa diganti dengan kata apapun.
Lo sudah mendedikasikan 720 jam untuk menyusun lego, dan lo yakin lego tersebut akan menjadi sesuatu. Selain waktu, sumber daya yang lain pun sudah lo dedikasikan juga dari uang, pikiran, dan tenaga.
Siapa yang bisa menyangka jika 720 jam adalah waktu yang terlalu singkat? Atau mungkin terlalu lama? Selama menikmati prosesnya, durasi adalah nomor sekian, ehm. Seperti, sekalipun berdurasi lama tapi dinikmati, kita tidak akan kepikiran untuk melihat jam dan tidak menyesal telah menghabiskan waktu sebanyak itu… untuk menamatkan Al-Quran dalam semalam.
Tapi ada hal-hal yang harus dilakukan sebelum melakukan segala sesuatu. Seperti, upacara sebelum bersekolah di hari senin. Seperti, interview sebelum mendapatkan pekerjaan. Seperti, for… loop dalam programming, i guess?
“Prework” ini adalah sesuatu yang tidak jarang ingin dihindari dan juga tidak dapat dihindari dalam waktu yang bersamaan. Tidak ada “can we skip to the good part?” sebagaimana cuplikan-cuplikan di platform berbagi video yang seakan tidak ada bagian suffering nya.
Lalu lo melihat sususan lego lo yang sudah setengah jadi, atau rumah impian lo yang tinggal 50%, atau ribuan kata yang sudah lo tulis dan tinggal beberapa ribu lagi.
If it were easy, it wouldn’t be amazing, you said.
But is this one worth suffering for?
Biasanya orang akan menyebutkan “we’re just getting started” ketika sudah mencapai sesuatu, karena melakukan sesuatu selalu menjadi estafet: berakhirnya yang satu menjadi awal yang satu lagi. Apakah perlu dilanjutkan atau tidak, itu adalah cerita lain.
Mungkin dari berhenti meminum alkohol dan rokok demi memulai kehidupan yang lebih sehat, berhenti bermaksiat demi memulai kehidupan yang lebih agamais, berhenti mengejar seseorang demi mendukung pilihannya—ok that was personal.
Apakah kita ketika “menyelesaikan sesuatu” benar-benar selesai? No, kita baru saja memulai. Akan ada yang lebih parah lagi dari itu. JUST LOOK AT YOUR JIRA LOL LMAO LGTM RTFM ROFL
Kehilangan terkadang menjadi sesuatu yang baik, atau yang buruk—you have a choice. Diawal akan selalu terasa, dan pada akhirnya akan terbiasa. Sebagaimana mengakhiri sesuatu untuk memulai sesuatu, terkadang, kehilangan sesuatu mengarahkan ke menemukan sesuatu.
Mungkin seperti menemukan Airpods gen 3 di tokped dan gak sengaja checkout setelah kehilangan sebelah yang pro di Transjakarta?
Gue pribadi senang mengambil resiko. Dan berdasarkan pengalaman, gue lebih menyesal tidak melakukan sesuatu daripada telah melakukan sesuatu.
Sejujurnya gue akan lebih menyesal tidak pernah mengambil bangku perkuliahan daripada tidak menyelesaikannya, sekalipun sudah relatif banyak waktu; uang dan tenaga yang keluar. Gue akan lebih menyesal tidak mengirim lamaran ke pekerjaan impian daripada pernah mengirim dan ditolak.
Tapi mungkin itu adalah bagian yang buruk dari gue: gue hanya akan melakukan sesuatu jika gue pikir itu akan berhasil. Mungkin itulah yang menjadi alasan mengapa gue tidak memiliki gelar SarJaNa KomPuTeR atau tidak mengirim resume ke FAANG. Problemnya adalah, gue bepikir tidak akan berhasil jika gue tidak menikmati prosesnya. Apakah itu sebuah problem?
Tahun kemarin gagal menerbitkan buku elektronik karena gue pribadi tidak menikmati proses menulis buku… yang struktural. Berkali-kali gagal berhenti merokok karena tidak menikmati proses… menghirup udara segar? Setiap membeli game baru gagal menyelesaikannya sampai tamat karena… males 😎. Different beast. But Zelda BOTW is too cute to finish (ehm, $60).
Ada satu “WIP” yang sepertinya gue sudah tahu akhirnya akan bagaimana.
Gue pribadi senang kenal dengan orang baru, dari yang karena memiliki minat yang sama (programming) sampai yang paling random kenal dari aplikasi kencan, tempat kopi, ataupun stasiun mrt.
Dalam mengenal orang baru gue merasa seperti membaca buku, yang tidak pernah tahu halaman terakhirnya dimana, dan harus mengurutkan sendiri bab yang ada. Dan terkadang, rasa penasaran yang membuat kita tidak berhenti, terus membaca paragraf demi paragraf, membuka lembar demi lembar demi mengira-ngira akhirnya akan bagaimana.
Bukankah itu alasan mengapa kita sampai di paragraf ini, bukan?
Tapi ada alasan lain yang mungkin membuat kita berhenti.
Ya, tidak menikmati prosesnya. Mungkin karena alur cerita dari tulisan yang dibaca terasa stagnan, atau mungkin karena si penulis mUlaI meNggUnaKaN gAyA tuLisAN anAK laYaNgAN, atau mungkin karena si penulis merasa SEPERTI SEDANG MARAH-MARAH KARENA MENGGUNAKAN HURUF KAPITAL SEMUA DAN ITU TERASA MENGGANGU atau mungkin karena di tulisannya tidak ada tanda baca sehingga lo tidak memiliki ruang kapan untuk berhenti dan kapan untuk terus lanjut membaca dan lo sekarang agak capek bernafas dan kemungkinan besar sekarang bernafas manual terlebih juga bila misalnya menggunakan bahasa yang blepotan dan agak sulit dimengerti karena kesana kemari dan tertawa.
Oke kita selesai main-mainnya.
Apakah si WIP (work in progress) tersebut layak diperjuangkan? Of course. Apakah amazing? No doubt. Am I not worthy? I guess?
Kadang gue berpikir: apakah kenikmatan (as in “enjoy” NOT as in “気持ち”) layak ditukar dengan perjuangan demi mendapatkan sesuatu? Seperti, mengorbankan jam tidur demi bekerja paruh waktu? Belajar keras demi masuk ke sekolah unggulan? Menggunakan JavaScript demi membuat aplikasi web?
I know: no pain no gain. High risk high return. What you see is what you get.
Dan mungkin, membiasakan untuk menikmati lebih baik daripada tidak menikmati sama sekali.
Lalu kita masih terus membaca buku tersebut, membaca paragraf demi paragraf, lembar demi lembar, dan terus mengira-ngira bagaimana akhir dari buku tersebut.
Mungkin sampai kita tersadar bahwa kita terus membaca paragraf yang sama dan semua halaman di buku tersebut hanya 1-10, meskipun kita sudah sampai berada di lembar ke 1206.
Lalu kita membuka lembar terakhir di buku tersebut yang hanya berisi lembar kosong.
Halaman 10 tidak terlihat seperti akhir cerita, lalu kita memutuskan untuk menulisnya di lembar terakhir yang kosong ini. Angka 11 ditulis di pojok kanan bawah untuk menegaskan bahwa ini halaman yang berbeda.
Kebanyakan orang menyukai cerita dengan akhir yang bahagia, dan mungkin kita akan menulisnya juga.
Paragraf pertama di halaman terakhir tersebut dimulai dengan:
Suck-it 26 adalah salah satu “band lokal” favorit gue yang berasal dari Serang, sengaja menggunakan tanda kutip karena beberapa orang mungkin kurang familiar dengan sebutan tersebut. Salah satu lagu favorit gue dari Suck-it 26 adalah Hancur Sebelum Berkembang. Liriknya sederhana dan agak mellow, tapi nyaman didengar di berbagai suasana.