Ah, paling males gue ngebahas ini. Tapi bagaimanapun ini adalah sesuatu yang pasti gue hadapi nanti, jika memang diberi umur panjang. Setidaknya ada 3 hal yang ingin gue bahas di part 1 ini: Retirement dan property. Dua hal ini sering gue pikirkan seiring dengan berjalannya waktu.
Retirement
Gue mau bahas yang paling berat dulu: masa pensiun. Ini sering gue pikirin mengingat bokap gue akan berada di masa ini. Parameter yang perlu diketahu ada dua: umur ingin mengambil pensiun dan perkiraan meninggal. Anggap gue ingin mengambil pensiun di umur 50 dan akan meninggal di umur 65 tahun jika merujuk ke gaya hidup gue sekarang, berarti setidaknya gue harus memiliki uang pensiun untuk bisa hidup selama 15 tahun alias 180 bulan. Itupun jika pensiun di umur 50 (faster is better!)
Anggap gue ingin menikmati sisa hidup gue dengan pengeluaran 8jt/bulan, berarti setidaknya gue harus memiliki tabungan 1,440,000,000 (180*8jt) pada saat itu. Dengan 4 anggota keluarga, setidaknya setiap anggota mendapat jatah 2jt secara rata dengan asumsi anak pertama sudah mandiri. Apakah cukup? I donât know.
Untuk dapat mengumpulkan 1,4M dari umur 25 sampai 50 (300 bulan), setidaknya setiap bulan gue harus mengumpulkan 5jt (300*5jt) untuk mendapatkan angka 1,500,000,000. Anggap gue konsisten menabung 5jt/bulan selama 5 tahun (60 bulan), yang harusnya sudah terkumpul 300.000.000. Dan anggap uang tersebut gue tabung di bank dengan p.a 3%, berarti kurang lebih sekitar 309,000,000 yang terkumpul di umur 30, yang sepertinya sudah 21%.
Bila menggunakan 50/30/20 rules, untuk dapat menabung 20% dari gaji setidaknya pemasukan gue harus 25jt/bulan. Itupun jika hanya untuk tabungan pensiun. Beberapa orang menekankan untuk memiliki dana darurat, yang katanya sih setidaknya 3x dari rata-rata pengeluaran bulanan. Anggap setengah dari 50% diatas, berarti, 6,250,000 (is this even realistic for me? lol). Yang artinya, setidaknya gue harus ada tabungan sekitar 18,750,000 yang terpisah khusus untuk dana darurat.
30% dari 25jt adalah 7,500,000. Katanya dana ini bisa digunakan untuk âsomething you wantâ. Anggap lo mau beli kendaraan seharga 300jt, dengan menabung 7,5jt/bulan, untuk bisa terkumpul 300jt lo setidaknya harus konsisten menabung selama 3,5 tahun alias 40 bulan.
Lah mana buat foya-foya nya ya by the way?
Ralat.
Anggap gue ingin mengalokasikan 2jt/bulan dari 30% tersebut untuk foya-foya alias gaya hidup, berarti budgetnya sekarang adalah 5,5jt/bulan. Berarti gue harus mengumpulkan selama 4,5 tahun alias 55 bulan. Alias, baru tercapai di umur 33.
You still here? Cool.
Cara untuk mengurangi rentang waktu tersebut adalah antara dengan menurunkan biaya & gaya hidup atau dengan menambah digit angka.
Tapi yang paling penting, are we at 25jt/mo yet?
Property
Ambil dari yang paling dasarnya dulu: rumah. Beberapa so-called entrepreneur memberikan perbandingan antara memiliki properti atau menyewanya, tapi tentu saja perbandingan untuk konteks tersebut tidak selalu hanya tentang angka.
Anyways, ambil rata-rata harga rumah di perkotaan adalah 600jt, and yes I know KPR. Umumnya jika mengambil KPR, uang muka nya adalah 30%, berarti 180,000,000. Dana yang ingin kita pinjam berarti 420,000,000. Anggap kita mengambil tenor 25 tahun, estimasi bunga pinjaman adalah 784,360,598 jika merujuk ke Simulasi KPR konvensional. Untuk membayar uang muka (plus angsuran pertama) sendiri membutuhkan 208,303,763, dan tiap bulan selama 25 tahun membayar cicilan 4,242,228 jika menggunakan masa kredit floating atau 3,103,763 jika menggunakan masa kredit fix per tulisan ini diterbitkan.
Tentu ada KPR syariah, namun gue rasa angka bunga pinjaman (di syariah disebutnya âmargin pinjamanâ jika tidak salah ingat) tidak terlalu beda jauh dengan yang konvensional. Dan by the way, dari mana angka 364,360,598 (784,360,598 - 420,000,000) tersebut? I donât know.
Anyway anggap kita ubah âsomething you needâ nya menjadi DP rumah, dan untuk mengumpulkan 209,000,000 dari 5,5jt/bulan, setidaknya membutuhkan waktu 38 bulan alias 3,1 tahun.
Angka 600jt sebelumnya gue merujuk ke tipe rumah yang full furnished.
Tapi apakah gue butuh rumah?
Dan apakah jika gue tidak memiliki rumahâselain ehm dari warisanâakan dianggap homeless?
Gaji rata-rata Software Engineer untuk tingkatan mid-senior anggap 16-30jt untuk daerah Jakarta. 25jt keatas gue rasa untuk tingkatan senior unless di perusahaan yang cukup stabil. Gaji untuk DevOps Engineer sendiri (jika mengambil dari situs ehm, para head hunter) di rentang 15-35jt, yang anggap mid-senior range nya 20-30jt.
Jika merujuk ke negara tetangga, angka rata-ratanya untuk Software Engineer (starter) adalah 6,500 (USD) alias 93,910,050/bulan untuk starter.
Berpindah jalur karir adalah salah satu tujuan gue (beside my very passion) untuk ehm earn more. Taruhan gue adalah selama Cloud Computing masih ada, maka DevOps Engineer pun masih ada. Dan anyway, konteks âearn moreâ tadi merujuk ke setidaknya ingin bisa mendapatkan kompensasi yang lebih âkompetitifâ sehingga mungkin tulisan ini tidak perlu ada HAHAHA.
Apakah seorang Software Engineer dan atau DevOps Engineer di Indonesia underpaid ataupun overpaid? Tergantung. Gue pernah dapat nasihat dari senior gue dulu, katanya (dengan bahasa gue) âkalo angka lo tidak sesuai dengan mereka, berarti lo bukan target pasar merekaâ. Satu-satunya yang bisa mengukur value lo adalah diri lo sendiri, ketika lo memasang angka sekian karena merasa lo pantas dengan angka tersebut, ya karena memang lo pantas. Tentu harus riset harga pasar dan evaluasi diri, tapi gue rasa angka tersebut tidak muncul tiba-tiba kek lotre.
Dan, yes yes, rezeki sudah ada yang mengatur. Terlebih katanya juga kan âjika memang rezeki ya kan di transfer jugaâ. Sama seperti siang dan malam, sudah ada yang mengatur juga. Tapi apa yang lo lakukan diantara siang dan malam tersebut, lo sendiri yang menentukannya.
Sebagai penutup, dulu gue tidak terlalu memusingkan masalah angka. Of course gue memikirkan apa yang terjadi untuk 5 tahun kedepan, tapi yang tidak kepikiran adalah kebutuhan di masa mendatang. Angka yang gue tawarkan biasanya angka untuk hidup pada saat itu dan maybe at least untuk 1 tahun kedepan, dan gue baru tersadar bahwa gue hanyalah karyawan swasta yang tidak memiliki tabungan untuk pensiun.
Dulu gue mikirnya YOLO: Bagaimana jika gue tidak bisa menikmati tabungan gue karena keburu mati?
Dan masalahnya: Bagaimana jika ternyata gue tidak punya tabungan yang cukup sedangkan umur terus bertambah dan gue masih diberi kesempatan hidup? Haruskah gue menyalahkan mereka yang mendoakan gue untuk berumur panjang?
Anyways, yes, adulting sucks.
Setidaknya sudah dua teman kantor gue yang bertestimoni seperti itu dengan catatan mereka sudah berkeluarga dan ekonomi mereka jauh lebih stabil.
But, still, adulting sucks.
Fuuckkkkkk
Fuuuuucccccckkkkkk